Wednesday, November 19, 2014

Fisika Komputasi: Penyelesaian Persamaan Linear Simultan, Ax = B

Penyelesaian Persamaan Linear Simultan, Ax = B

Telah dilakukan percobaan 3 yaitu penyelesaian persamaan linear simultan, Ax=B dengan menggunakan tiga buah metode, yaitu metode Gauss, metode eliminasi Gauss Jordan dan metode iteratif Gauss Seidel. Pada metode eliminasi gauss diperoleh hasil berupa matriks berorde 3x1 dan berupa vektor kolom yang bernilai [-4;10;5]. Dan diperoleh hasil x senilai 3.6167; 2.6500; dan 2.8333. Sedangkan pada penggunaan metode gauss-jordan hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan penggunaan metode gauss sendiri, hanya hasil x yang berbeda. Pada metode gauss-seidel hasil yang diperoleh juga tidak berbeda dengan kedua metode sebelumnya. Pada gauss-seidel dicari dengan penggunaan iterasi hingga seratus. Penyelesaian suatu sistem persamaan linier adalah suatu himpunan nilai yang memenuhi secara serentak (simultan) semua persamaan-persamaan dari sistem tersebut. Atau secara sederhana penyelesaian sistem persamaan linier adalah menentukan titik potong dari dua persamaan linier.

Persamaan linier simultan adalah suatu bentuk persamaan-persamaan yang secara bersama-sama menyajikan banyak variabel bebas.  Penyelesaian suatu sistem persamaan linier adalah suatu himpunan nilai yang memenuhi secara serentak (simultan) semua persamaan-persamaan dari sistem tersebut. Atau secara sederhana penyelesaian sistem persamaan linier adalah menentukan titik potong dari dua persamaan linier. Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan persamaan linier simultan dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode analitik seperti pemakaian metode grafis, aturan Crammer, atau invers matrik. Metode-metode tersebut dapat dilakukan dengan mudah bila jumlah variabel dan jumlah persamaannya di bawah 4, tetapi bila ukurannya besar maka metode-metode di atsa menjadi sulit dilakukan, sehingga pemakaian metode numerik menjadi suatu alternatif yang banyak digunakan. Metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan persamaan linier simultan antara lain:

(1) Metode Eliminasi Gauss

function x=GAUSS(n,A,b)
vb=(1:n);
for i=1:n-1
    ib=vb(i);   %proses pivoting
    maxi=abs(A(ib,i));
    bar=i;
    ibx=ib;
    for bars=i+1:n
        ib=vb(bars);
        if(abs(A(ib,i)))>maxi
            maxi=abs(A(ib,i));
            bar=bars;
            ibx=ib;
        end
    end
    ib=vb(i);
    vb(i)=ibx;
    vb(bar)=ib;
   
    ib=vb(i);   %proses eliminasi
    for j=i+1:n
        ibx=vb(j);
        m=-A(ibx,i)/A(ib,i);
        for k=i:n
            A(ibx,k)=A(ibx,k)+m*A(ib,k);
        end
        b(ibx)=b(ibx)+m*b(ib);
    end
end
ib=vb(n);   %subtitusi balik
x(n)=b(ib)/A(n,n);
for i=n-1:-1:1
    ib=vb(i);
    sum=b(ib);
    for j=i+1:n
        sum=sum-A(ib,j)*x(j);
    end
    x(i)=sum/A(ib,i);
end
return

%SPL-sistem persamaan linier
clear;help splgaus;
A=input('matriks A:');
b=input('vektor kolom b:');
n=length(b);
x=GAUSS(n,A,b);

x

(2) Metode Eliminasi Gauss-Jordan

function x=GJORD(n,A,b)
%fungsi untuk melakukan eliminasi Gauss-Jordan
%untuk menyelesaikan SPL Ax=b
%n=dimensi matriks
%b=vektor ruas kanan
vb=(1:n);
for kol=1:n
    for bar=1:n
        if(kol==bar)
            %proses vipoting
            ib=vb(kol);
            maxi=abs(A(ib,kol));
            i=kol;
            ibx=ib;
            for bars=i+1:n
                ib=vb(bars);
                if(abs(A(ib,kol)))>maxi
                    maxi=abs(A(ib,kol));
                    i=bars;
                    ibx=ib;
                end
            end
            ib=vb(kol);
            vb(kol)=ibx;
            vb(i)=ib;
        else
            %proses eliminasi
            ib=vb(bar);
            ibx=vb(kol);
            m=-A(ib,kol)/A(ibx,kol);
            for j=kol:n
                A(ib,j)=A(ib,j)+m*A(ibx,j);
            end
            b(ib)=b(ib)+m*b(ibx);
        end
    end

end
%nilai elemen X
for i=1:n
    ib=vb(i);
    x(i)=b(ib)/A(ib,i);
end
return

%SPL-sistem persamaan linier
clear;help spljord;
A=input('matriks A:');
b=input('vektor kolom:');
n=length(b);
x=GJORD(n,A,b);
x

3) Metode Iterasi Gauss-Seidel

function x=SEIDEL(n,A,b)
%fungsi untuk melakukan iterasi Gauss-Seidel
%mencari solusi sistem persamaan linier Ax=b
%n=dimensi vektor x
%A=matriks koefisien
%x=vektor variabel
%b=vektor ruas kanan
%pivoting matriks A
vb=1:n;
for i=1:n
    ib=vb(i);
    bar=i;
    ibx=ib;
    m=abs(A(ib,i));
    for j=i+1:n
        ib=vb(j);
        if(abs(A(ib,i))>m)
            m=abs(A(ib,i));
            bar=j;
            ibx=ib;
        end
    end
    ib=vb(i);
    vb(i)=ibx;
    vb(bar)=ib;
end
%proses iterasi
k=0;
for i=1:n
    xk(i)=0.0;
end
tol=5.0e-5;
delta=1.6e-4;
maxstep=300;
while((ktol))
    for i=1:n
        ib=vb(i);
        m=b(ib);
        for j=i+1:n
            m=m-A(ib,j)*xk(j);
        end
        for j=1:i
            if(i==j)
                x(i)=m/A(ib,i);
            else
                m=m-A(ib,j)*x(j);
end
        end
    end
    %periksa error
    delta=0.0;
    for i=1:n
        a=(x(j)-xk(i));
        dx(i)=abs(a);
        xk(i)=x(i);
        if(dx(i)>delta)
            delta=dx(i);
        end
    end
    k=k+1;
    fprintf('iterasi ke-%g',k);
    x
end
return

%SPL-sistem persamaan linier
clear;help splseid;
A=input('matriks A:');
b=input('vektor kolom b:');
n=length(b);
x=SEIDEL(n,A,b);

x


Metode eliminasi Gauss-Jordan merupakan teknik lain untuk menyelesaikan persamaan linear simultan. Proses penyelesaian pada metode ini hampir sama dengan metode eliminasi Gauss. Perbedaanya adalah dalam eliminasi Gauss-Jordan elemen-elemen diatas pivot dieliminasi pada saat yang bersamaan sebagaimana dilakukan pada elemen-elemen dibawahnya. Dengan demikian tahap substitusi mundur tidak diperlukan dalam metode eliminasi Gauss-Jordan. Karenanya langkah penyelesainnya lebih singkat, jika dibandingkan pada penyelesaian dengan metode eliminasi Gauss. Sebagaimana dalam eliminasi Gauss, operasi perputaran antar baris dan antar kolom atau antar kolom saja juga dapat diterapkan dalam metode Gauss-Jordan. Selipun demikian metode ini relative kurang efisien dibandingkan dengan eliminasi Gauss, hal itu dikarenakan adanya kebutuhan operasi-operasi aritmatika yang banyak pada langkah-langkah penyelesainnya.

Untuk mendapatkan laporan lengkapnya silahkan mengikuti tautan berikut untuk: Download Penyelesaian Persamaan Linear Simultan, Ax = B.

Fisika Komputasi: Dinamika Satu Dimensi: Objek pada Pegas

Dinamika Satu Dimensi: Objek pada Pegas

Dalam praktikum kali ini, dapat diketahui gambar yang dihasilkan adalah berbentuk gelombang sinusoida yang bertumpuk. Dari percobaan tersebut jika nilai h, t,cd diubah, maka gambar atau gelombang yang dihasilkan pun akan berbeda. Hukum Hooke Suatu sistem dikatakan memenuhi hukum Hooke apabila gaya pemulih sebanding dengan besar simpangan atau distorsi F= -kx. Tanda negatif menunjukan gaya pemulih arahnya selalu berlawanan dengan simpangan Disini k adalah tetapan pegas (N/m) atau lb/ft , k disini menggambarkan kakunya sebuah pegas dan x merupakan panjang simpangan (m). Dengan catatan : bila pegas ditekan maka x negatif.

Di fisika, gaya adalah aksi atau agen yang menyebabkan benda bermassa bergerak dipercepat. Hal ini mungkin dialami sebagai angkatan, dorongan atau tarikan. Percepatan benda sebanding dengan penjumlahan vektor seluruh gaya yang beraksi padanya (dikenal sebagai gaya netto atau gaya resultan). Gaya netto secara matematis sama dengan laju perubahan momentum benda dimana gaya beraksi. Karena momentum adalah kuantitas vektor (memiliki besar dan arah), gaya adalah juga kuantitas vektor.


%Pegas massa - program penyelesaian gerak pegas-massa
%dv/dt=a(r,v); dr/dt=v(t) dg met.Euler
clear; help objpegas;
x=input('masukkan posisi awal x0 -- ');
v=input('masukkan kecepatan awal v0 -- ');
m=input('massa benda m (kg)-- ');
dt=input('masukkan step time h=dt -- ');
cd=input('konstanta redaman udara cd -- ');
k=input('masukkan konstanta pegas k -- ');
t=0;
tf=input('t akhir (detik) tf -- ');
h=dt;
maxstep=300;
for istep=1:maxstep
tplot(istep)=t;
yplot(istep)=v;
xplot(istep)=x;
accel=-(k/m)*x - (cd/m)*v;
v=v+accel*h;
x=x+h*v;
t=t+h;
if (t >= tf)
break;
end
end
disp('kecepatan akhir objek pegas(m/s): ')
disp(v)
disp('posisi akhir objek pegas(m/s): ')
disp(x)

%grafik osilasi pegas;
tplot(istep+1)=t;
yplot(istep+1)=v;
xplot(istep+1)=x;
xtanah=[0 tplot(istep)];
ytanah=[0 0];
plot(tplot, xplot,'r',tplot,yplot,'+',xtanah,ytanah,'-');
legend('x(t)','v(t)');
xlabel('waktu, t');
ylabel('kecepatan, (m/s)');
title('sistem pegas - massa')

Gaya-gaya dalam pegas dimodelkan oleh hukum Hooke adalah juga hasil gaya elektromagnetik dan prinsip perkecualian Pauli yang beraksi bersama-sama untuk mengembalikan objek ke posisi keseimbangan. Gaya sentrifugal adalah gaya percepatan yang muncul secara sederhana dari percepatan rotasi kerangka acuan.



Hukum Hooke pada Pegas, Hukum ini dicetuskan oleh paman Robert Hooke (1635-1703). k adalah konstanta dan x adalah simpangan. Tanda negatif menunjukkan bahwa gaya pemulih alias F mempunyai arah berlawanan dengan simpangan x. Ketika kita menarik pegas ke kanan maka x bernilai positif, tetapi arah F ke kiri (berlawanan arah dengan simpangan x). Sebaliknya jika pegas ditekan, x berarah ke kiri (negatif), sedangkan gaya F bekerja ke kanan. Jadi gaya F selalu bekeja berlawanan arah dengan arah simpangan x. k adalah konstanta pegas. Konstanta pegas berkaitan dengan elastisitas sebuah pegas. Semakin besar konstanta pegas (semakin kaku sebuah pegas), semakin besar gaya yang diperlukan untuk menekan atau meregangkan pegas. Sebaliknya semakin elastis sebuah pegas (semakin kecil konstanta pegas), semakin kecil gaya yang diperlukan untuk meregangkan pegas. Untuk meregangkan pegas sejauh x, kita akan memberikan gaya luar pada pegas, yang besarnya sama dengan F = +kx. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa x sebanding dengan gaya yang diberikan pada benda. Hukum Hooke untuk benda non Pegas, Hukum hooke ternyata berlaku juga untuk semua benda padat, dari besi sampai tulang tetapi hanya sampai pada batas-batas tertentu 

Untuk mendapatkan laopran lengkapnya silahkan mengikuti tautan berikut untuk: Download Dinamika Satu Dimensi: Objek pada Pegas.

Fisika Komputasi: Pemrograman Matlab

Pemrograman Matlab

Pada praktikum matlab, dilakukan percobaan pemilihan bersyarat untuk menghitung waktu paruh dan tinggi objek. Pada skripnya, terdapat ketentuan-ketentuan yang ditulis oleh programmer, sehingga pada penjalanan program tinggal memasukkan data yang diinginkan saja. Pada skrip matlab, untuk memasukkan data yang diinginkan dilakukan dengan menuliskan perintah x=input(‘masukkan nilai x ‘) sedangkan untuk menampilkannya di command promp digunakan perintah disp(‘nilai dari x adalah ‘).

Selain menggunakan command promp (command windows) matlab menyediakan editor penulisan naskah yang disebut matlab editor, berfungsi untuk membuat skrip program matlab. Adapun cara untuk memanggil matlab editor ini yaitu mengklik menu menubar FILE lalu pilih new dan klik M-File. Walaupun skrip program dapat dibuat dengan menggunakan berbagai program editor seperti notepad, wordpad, word dan sebagainya. Namun, sangat dianjurkan untuk menggunakan matlab editor ini karena kemampuannya dalam mendeteksi kesalahan pengetikan syntak oleh programmer. Adapun file yang disimpan akan berekstensi .m (file-m).


%Menghitung Tugas 3   
clear;   
h = input('Tinggi Pengamat h: ');  
D = input('Jarak Pengamat Terhadap Objek D: '); 
teta = input('Sudut Pengamat Terhadap Objek teta: '); 
t_real = h+D*tan(teta*pi/180);
disp('Jadi Tinggi Objek Sebenarnya =');disp(t_real);         


Contoh Hasil Running Mengitung Tinggi

Pada matlab dapat dilakukan operasi aritmatika seperti penambahan, pengurangan, pembagi dan operasi arimatika lainnya. Variabel pada matlab diberi nama yang dimulai dengan huruf atau angka, maksimum 31 karakter. Pada matlab juga terdapat konstanta yang sudah ada dalam program matlbab tersebut seperti pi, eps untuk konstanta epsilon atau I untuk bilangan imajiner akar -1. Seperti pada pemrograman yang sejenis, matlab juga mempunyai perintah-perintah sendiri seperti tanda % sebagai perintah untuk mengawali komentar, tanda koma (,) untuk memisahkan dua pernyataan dalam sebaris, tanda (…) untuk menyatakan statement ke baris selanjutnya.

Matlab juga terdapat fungsi-fungsi matematis. Fungsi-fungsi matematis yang disediakan oleh matlab untuk memudahkan para pengguna dalam melakukan komputasi yaitu acos(x) untuk menghitung nilai arcus cosinus x, cos(x) untuk menghitung nilai cosinus x dan fungsi-fungsi matematis lain. Matlab dapat digunakan untuk struktur matriks, karena pada dasarnya matlab merupakan program untuk mengolah matriks. Untuk vektor baris dapat dibentuk dengan instruksi seperti a=[1 2 3 4 5] sedangkan untuk membuat vektor kolom dapat dibuat dengan perintah b=[1 ; 2 ; 3] sedangkan matrik 3x3 dapat dibuat dengan perintah c=[1 2 3; 4 5 6; 7 8 9].

Untuk mendapatkan laporan lengkapnya silahkan mengikuti tautan berikut untuk: Download Pemrograman Matlab

Fisika Eksperimen: Spektrometer

Spektrometer

Spektrometer merupakan alat yang digunakan untuk mengamati spektrum cahaya yang terurai setelah melewati suatu medium. Susunan spektrometer terdiri dari komponen-komponen kalimator, teleskop, dan meja spektrometer. Kalimator merupakan sebuah tabung yang dilengkapi dengan lensa akromatik dimana satu ujungnya dan sebuah celah, S. Fungsi dari lensa kalimator yaitu untuk mensejajarkan berkas sinar yang keluar dari celah. Lebar celah dapat diatur dengan menggunakan sekrup pengatur, PC untuk mengatur lebar berkas cahaya yang jatuh pada prisma. Posisi lensa terhadap celah dapat diatur dengan sekrup, PL.

Teleskop yang digunakan terdiri dari lensa obyektif dan lensa okuler. Posisi lensa okuler terhadap lensa obyektif dapat diatur dengan  sekrup, PF. Untuk menetukan posisi celah dengan tepat, digunakan benang silang sebagai rujukan. Posisi teleskop dapat dibaca pada nonius, V1 dan V2 yang letaknya berlawanan. Nonius ini diputar bersama teleskop dan mengitari lempeng skala diam, U.

Meja spektrometer merupakan tempat dimana untuk meletakkan prisma. Kedudukannya dapat dinaikkan atau diturunkan dengan melonggarkan skrup G dan mengeratkannya. Sinar yang tampak pada permukaan bidang prisma segitiga tersebut, jika suatu berkas sinar datang pada salah satu sisi prisma yang susut pembiasnnya adalah β, maka diperoleh prisma berkas sinar tersebut dibiaskan mendekati arah normal, kemudian keluar dari sisi prisma dibiaskan menjadi garis normal. Dengan demikian berkas sinar yang datang tersebut mengalami dua pembiasan dan keluar dengan deviasi membentuk sudut relatif terhadap sudut datangnya. Dari percobaan Spektrometer ini diperoleh hubungan, bahwa :


Untuk mendapatkan laporan lengkapnya silahkan mengikuti tautan berikut untuk: Download Spektrometer dan Lampirannya.


Tuesday, November 18, 2014

Fisika Eksperimen: Tetes Milikan

Tetes Milikan

Percobaan tetes minyak milikan dilakukan oleh Robert A Milikan (1868 – 1953). Dalam percobaannya ia berhasil menemukan harga muatan electron secara akurat dan menunjukkan bahwa muatan electron bersifat diskrit. Elektron mempunyai peran penting dalam mempelajari gejala kelistrikan dan kemagnetan. Dalam eksperimen ini, kita menyemprotkan minyak dalam bentuk hujan tetes-tetes minyak dari atomizer. Setelah diamati hujan tetes-tetes minyak tersebut tampak seperti bintang kecil-kecil yang jatuh perlahan-lahan yang dipengaruhi gaya gravitasi dengan kecepatan yang bergantung pada massanya, viskositas udara dan gaya stokes. Sehingga dari pengamatan tersebut, kita dapat menentukan harga muatan electron dan menunjukken bahwa elektrom bersifat diskrit.

Rangkaian alat tetes milikan

Pada percobaan yang telah dilakukan, bahwa  tetes milikan ini bertujuan untuk menentukan muatan elementer. Dalam percobaan ini dilakukan dua metode yaitu metode keseimbangan dan metode dinamis. Pada percobaan yang pertama yaitu dengan menggunakan metode keseimbangan, dimana metode ini merupakan pengukuran tegangan dimana suatu tetes minyak yang bermuatan mengambang dalam ruang milikan dan selanjutnya dapat dilakukan pengukuran kecepatan jatuh tetes minyak pada keadaan jatuh bebas setelah tegangan dihentikan. Pada metode keseimbangan, tegangan 100-300 volt yang didapatkan berbeda-beda, saat waktu jatuhnya tetes minyak pada ruang milikan. Adanya keadaan  naik turun  dalam percepatan yang dihasilkan. Sedangkan pada percobaan metode dinamik atau dinamis merupakan suatu cara untuk mengukur kecepatan jatuh tetes minyak  setelah terhentinya tegangan dan mengukur kecepatan naik suatu tetes minyak pada tegangan yang ditentukan. Setelah dilakukan percobaan metode dinamis ini didapat t1 dan t2 berbeda, dan x1 dan x2 pun berbeda jaraknya 40 dan 50. pada masing-masing KR yang didapat adalah untuk metode keseimbangan yaitu 25,4 % dan untuk metode dinamis yaitu 32,51 %. Hal ini dikarenakan dalam pengambilan data pengamatan cukup besar, disebabkan kurangnya tingkat ketelitian  saat mengamati jatuhnya tetes minyak kedalam ruang milikan.
Pada saat naik dan turunnya suatu tetes minyak tersebut akan semakin bertambah cepat ketika besarnya tegangan ditambah. Adapun sumber tegangan yang dipakai berasal dari potensial DC, kemudian dialirkan masuk kedalam ruang milikan melewati medium udara dalam ruang milikan menjadi bermuatan. Tetesan minyak yang masuk kedalam ruang milikan yang disemprotkan tersebut akan ada pengaruh gaya gravitasi, maka tetes minyak akan jatuh kedasar ruang milikan. Selama proses tersebut jatuh secara perlahan, tetes milikan akan bergesekan dengan udara didalam ruang milikan yang sebelumnya diberi sebuah tegangan. Dengan demikian, gesekan atau friksinya mengakibatkan adanya tetes minyak menjadi bermuatan  dalam mengamati jatuhnya tetes minyak tersebut. Percobaan ini sesuai dengan teori yang diberikan, namun sedikit berbeda dalam pengambilan data yang diamati.

Untuk mendapatkan laporan yang lengkap silahkan mengikuti tautan berikut untuk: Download Tetes Milikan dan Lampirannya.

Fisika Eksperimen: Perngaruh E dan B pada Sinar Katoda

Perngaruh E dan B pada Sinar Katoda

Bila sebuah elektron dengan massa m bergerak dengan  kecepatan v menembus medan magnet atau medan listrik akan mengalami gaya FUntuk suatu medan magnet gaya tersebut dilukiskan dengan persamaan F=qvB dimana q adalah muatan elektron atau e,v= kecepatan dan B adalah kuat medan magnet. Gaya ini tegak lurus dengan B dan v sehingga akan menimbulkan gerakan melingkar.

Pada awalnya elektron dapat dibangkitkan oleh filamen yang disuplai tegangan 5 Volt DC. Kemudian dengan tegangan tinggi yang dipasang diantara katoda(-) dan anoda (+), elektron akan dipercepat dari kecepatan awal 0 m/detik menjadi (2 e UA/m)1/2  m/detik. Elektron yang mengalami penambahan kecepatan itu selanjutnya akan melintasi /menumbuk lapisan fosfor pada layar di dalam tabung. Akibatnya berkas elektron akan memunculkan berkas cahaya pada lapisan fosfor ketika melintasinya.

Sinar katoda terdiri atas elektron-elektron yang keluar karena adanya tegangan tinggi antara kedua elektroda dan sinar katoda dapat dibelokkan oleh medan magnet dan medan listrik. Sinar katoda yang tejadi didalam tabung-tabung dengan tekanan yang sangat rendah banyak digunakan pada tabung televisi, tabung radar dan juga tabung osilograf sinar katoda.

Pada percobaan ini elektron dihasilkan dari tegangan tinggi yang ada pada katoda sehingga elektron bergerak  membentuk suatu lintasan yang di sebut sinar katoda. Kemudian diberikan ganguan berupa meda magnet dan medan listrik secara bergantian. Pada pemberian gangguan berupa medan magnet digunakan lilitan yang banyaknya sebesar 320 lilitan. Jika semakin besar arus yang diberikan pada kumparan maka semakin besar pula medan magnet yang dihasilkan. Karena medan magnet berbanding lurus dengan arus listriknya. Sedangkan untuk pemberian gangguan medan listrik cukup hanya dengan memberikan arus listrik tegangan tinggi yang dihubungkan langsung ke penghubung yang ada diatas dan dibawah tabung.

Rangkaian Pengaruh Medan Magnet Pada Sinar Katoda

Dari pengamatan sinar katoda yang dipengaruhi oleh medan magnet terlihat bahwa terjadi pembelokan arah gerakan elektron yang menimbulkan garis berwarna biru muncul pada tabung. Semakin besar medan magnet yang diberikan maka semakin besar juga pembelokan gerakan elektron dalam tabung. Hal ini terlihat jelas dengan melihat pada data hasil pengamatan.

Sedangkan pengamatan sinar katoda yang dipengaruhi oleh medan listrik  terlihat pola yang hampir sama, akan tetapi pada medan listrik elektron membutuhkan gangguan yang besar agar dapat terlihat penyimpangannya dalam tabung sinar katoda. Berbeda dengan pengaruh medan magnet, pada medan listrik elektron cenderung berbelok dengan membentuk suatu luasan. Pada medan magnet elektron membentuk suatu lintasan garis sedangkan pada medan listrik elektron cenderung membentuk luasan dengan warna biru. 

Rangkaian Pengaruh Medan Listrik Pada Sinar Katoda

Pada percobaan pengaruh medan magnet pada sinar katoda diperoleh nilai B yang besar rata-ratanya adalah 3,13 x 10-3. Dari perhitungan diperoleh nilai KR sebesar 29,55 %. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang ketelitian dalam mengamati dan melakukan percobaan atau pun alat yang tidak dalam kondisi baik.

Untuk mendapatkan laporan lengkap silahkan mengikuti tautan berikut untuk: Download Sinar Katoda dan Lampirannya.

Fisika Eksperimen: Interferometer Michelson

Interferometer Michelson

Percobaan ini ditemukan oleh fisikawan Amerika A. A. Michelson (1852 – 1931). Caranya adalah dengan memisahkan cahaya ke dua bagian yang sama dan selanjutnya direkomendasikan untuk membentuk pola interferensi. Interferensi merupakan peristiwa bergabungnya dua atau lebih gelombang menjadi satu gelombang baru. Dalam percobaan ini gelombang yang digunakan adalah gelombang cahaya. Interferensi yang dihasilkan oleh cahaya dapat berupa interferensi destruktif dan interferensi konstruktif. Interferensi destruktif merupakan interferensi yang terjadi jika gelombang yang akan digabung berbeda fase dengan perbandingan sebesar π, 3π, 5π dan seterusnya yang menyebabkan gelombang yang terbentuk hampir habis. Sedangkan interferensi konstruktif merupakan interferensi yang terjadi jika kedua gelombang yang akan digabung berbeda fase dengan perbandingan 0π, 2π, 4π dan seterusnya.


Rangkaian Interferometer

Pada percobaan Interferometer Michelson digunakan suatu cara yaitu dengan cara memisahkan cahaya kedua bagian yang sama dan kemudian direkombinasikan untuk membentuk pola interferensi. Pada percobaan ini digunakan cermin pemisah yang berfungsi membagi dua berkas yang kemudian berjalan pada lintasan satu dan dua. Kedua sinar ini akan bergabung dan menghasilkan pola interferensi yang dapat diamati pada layar. Hasilnya berupa deret cincin gelap terang.

Pada percobaan ini dilakukan dua percobaan yaitu mengukur panjang gelombang dan mengukur indeks refraksi cahaya. Pada percobaan pertama, mengukur panjang gelombang menghitung fringersnya dan jarak penggeseran pada mikrometer, dan yang dimaksud dengan fringes adalah cahaya gelap dan terang. Dengan fringes yang ditetapkan 20, melihat perubahan jarak pada mikrometer. Percobaan ini dilakukan degan lima kali pengulangan dari hasil perhitungan didapatkan panjang gelombang yaitu 8 x 10-7, 9,5 x 10-7, 8 x 10-7, 9 x 10-7, 9 x 10-7 dan KR sebesar 3,44 %.

Pada percobaan kedua, mengukur indeks refraksi udara, sama halnya dengan dengan pengukuran panjang gelombang menggunakan pula interferometer, tetapi bedanya pada vacuum chamber. Untuk indeks refraksi udara digunakan vacuum chamber untuk membuat tekanan yang berubah-ubah. Dari hasil perhitungan yang telah didapatkan  jelas terlihat bahwa jika tekanan besar pada vacuum chamber  maka nilai dari indeks refraksi udara akan semakin besar dan jika tekanan vacuum chamber kecil maka nilai indeks refraksi udara semakin kecil. Pada percobaan ini diperoleh hasil pengamatan bahwa panjang gelombang tidak terpengaruh oleh panjang atau jarak pergeseran maupun jumlah fringers. Hal ini dikarenakan gelap terang suatu cahaya yang datang dan yang dipantulkan  tergantung oleh sinar dari pada lingkungan sekitarnya. Apabila pada cermin M1 dan M2 benar-benar tegak lurus dengan yang lainya, efeknya sama saja dengan cahaya dan sumber besar S jatuh pada lapisan–lapisan tebal udara. Sebagaimana akibat adanya perubahan sudut datang yang sangat kecil dari cahaya yang berasal dari titik lain pada sumber S dan jatuh pada lapisan udara yang sama. Dalam percobaan ini didapatkan hasil perhitungan untuk Ppompa = 10; 20; 30; 40; 50 dan untuk Pabsolute = 66; 56; 46; 36; 26 sedangkan ( n1 – nf ) = 0,25; 0,4; 0,6; 0,75; 0,9 . Selisih perhitungan masing-masing tidak terlalu banyak.

Untuk mendapatkan laporan lengkap silahkan mengikuti tautan berikut untuk: Download Interferometer Michelson dan Lampirannya.